Misi Nabi Muhammad SAW

Sebagai seorang muslim, kita wajib beriman kepada rukun iman. Di antara rukun iman tersebut, yaitu beriman kepada para nabi dan rasul Allah SWT.  Sejak diutusnya nabi pertama Adam as sampai nabi dan rasul terakhir sebagai khatamunnabiyyin, yaitu Muhammad SAW, kita wajib mengimaninya tanpa keraguan dan membenarkan semua yang dibawanya serta mengikuti sunahnya. Pada bab ini, akan dijelaskan tentang sejarah Nabi Muhammad SAW.

 Nabi Muhammad Diutus untuk Menyempurnakan Akhlak 

Kehidupan masyarakat Mekah sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW berada dalam kegelapan dan kesesatan. Kehidupan mereka tidak memiliki aturan yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan jauh dari rasa keadilan. Dengan demikian, pada masa tersebut dikenal dengan masa jahiliyah
Dalam keadaan masyarakat Mekah yang demikian, sistem ketuhanan yang begitu sesat dengan menyembah berhala yang sama sekali tidak memberikan manfaat dan mudarat, tidak mampu menolong dan tidak memberikan kebaikan serta keburukan kepada mereka yang menyembahnya. Hal ini terjadi karena masyarakat Mekah waktu itu, tidak memiliki pegangan dan aturan yang jelas  dan menuntun mereka untuk berbuat sesuatu yang baik dan bermanfaat. Mereka menjalani kehidupan dengan mengikuti nafsunya masing-masing dengan tidak mempertimbangkan kebaikan dan keburukan yang akan ditimbulkannya. Segala macam cara akan mereka lakukan untuk tercapainya maksud yang mereka inginkan. Itulah yang dikenal dengan perbuatan-perbuatan jahiliyah (kebodohan).
Pada masa jahiliyah ini, kehidupan dalam berbagai bidang didominasi oleh orang-orang yang memiliki kekuatan, kekayan, dan kekuasaan. Orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan tetapi tidak memiliki kekayaan, kekuasaan, dan kekuatan sama sekali tidak diperhatikan. Kesejahteraan, ketentraman, dan keadilan  hanya dimiliki dan dirasakan oleh orang-orang tertentu. Sebaliknya, masyarakat banyak hanya merasakan kesengsaraan, penyiksaan, dan penindasaan dari orang-orang yang kuat dan berkuasa.
Selain itu, adat-istiadat masyarakat pada saat itu, tidak berdasarkan pada adat serta budaya yang berprikemanusiaan. Adat yang ada hanya berlaku dan dapat dirasakaan kebaikannya bagi orang-orang tertentu. Adat-istiadat serta kultur masyarakaatnya mengedepankan kesewenang-wenangan dan mengikuti nafsu sebagian orang saja, sehingga sebagian besar masyarakat Mekah saat itu menjadi korban dari kesewenang-wenangan adat-istiadat tersebut. Misalnya, ketika seorang ibu melahirkan anak perempuan, dianggap sebagai pembawa bencana dan hanya akan mendatangkan aib bagi keluarganya. Mereka hanya menerima dan merasa gembira ketika bayi yang dilahirkan adalah laki-laki. Begitu pun terhadap kaum perempuan, mereka hanya mengangap sebagi pembantu yang harus melayani laki-laki dengah segala penghinaan dan penyiksaan. Bahkan, perempuan-perempuan pada waktu itu diperjualbelikan. Semua itu menunjukkan adat- istiadat  serta budaya yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
Di antara suku dan kabilah-kabilah yang ada pada waktu itu, sering sekali terjadi peperangan dan perkelahian. Hal itu biasanya hanya disebabkan masalah kecil. Adapun peperangan hanya untuk menunjukkan keberadaan, kekuatan, dan kepopuleran dari kabilah mereka. Siapa saja di antara mereka yang lebih kuat dan populer, mereka akan mendapat tempat yang istimewa dan disegani oleh masyarakat. Kebiasaan buruk mereka, seperti minum khamer, berjudi, berzina, merampok, merampas, dan memerkosa merupakan kebiasaan yang sulit mereka tinggalkan.
Dalam keadaan masyarakat Mekah yang demikian, Allah SWT mengutus seorang manusia pilihan-Nya untuk memperbaiki kehidupan dan menyempurnakan akhlak seluruh manusia. Dia adalah manusia pilihan Allah dan menjadi khataminnabiyyin (penutup para nabi dan rasul), yaitu Nabi   Muhammad SAW.
Dengan penuh keyakinan, Muhammad pergi dan merenung di gua Hira, suatu tempat yang dipilih dan dianggap tepat untuk merenung dan mencari petunjuk. Beliau selalu memikirkan cara untuk mengubah kebiasaan buruk, akhlak yang tercela, dan kesewenang-wenangan yang selalu dilakukan oleh masyarakat saat itu. Puncaknya, ketika Muhammad sedang berada di gua Hira merenung dan memohon petunjuk dengan penuh kekhusukan, datanglah malaikat Jibril membawa wahyu dan memperkenalkan siapakah Tuhan yang sebenarnya kepada Nabi Muhammad SAW.
Sejak saat itulah, dengan penuh kenyakinan, Muhammad mengajak dan mengajarkan kepada keluarga, orang-orang dekat, para sahabatnya dan seluruh orang-orang Quraisy Mekah agar bertuhan dan hanya menyembah dan beribadah kepada Allah SWT. Selain itu, mereka pun diajak untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruknya, seperti minum khamer, berjudi, berzina, merampas hak orang lain, dan perbuatan tercela lainnya yang sudah mendarah daging di masyarkat saat itu. Rasul pun menegaskan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak, membangun kemuliaan, dan memberikan manfaat bagi seluruh manusia. Hal ini sebagaimana yang pernah disabdakan Rasulullah: “Sesungguhnya kami diutus  untuk menyempurnakan akhlak.”
Selain  misi Rasulullah SAW untuk menyempurnakan akhlak manusia pada waktu itu dan sampai kiamat tiba, beliau juga diutus oleh Allah SWT sebagai rahmatan lil alamin.
Allah SWT berfirman:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya/ 21: 107)