Hikmah
Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW
Bersandar
pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui buku
yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’ ini, berupaya memberikan peta yang cukup
komprehensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi
Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa
ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup
gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut.
Selain
itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan begitu detail
dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik peristiwa luar
biasa ini, termasuk mengenai mengapa miraj di malam hari? Mengapa harus
menembus langit? Apakah Allah berada di atas? Mukjizatkah miraj itu hingga tak
bisa dialami orang lain? Ataukah ia semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut
kita teladani?
Bagaimana
dengan miraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana dengan miraj kita
sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua dibahas secara
gamblang dalam buku ini.
Dalam
pengertiannya, Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan
“wisata” biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah
yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John
Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic
Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra
Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup
Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj,
menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan
dunia spiritual.
Jika
perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari
sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum
Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan
seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah
perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini
menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju
langit yang tinggi.
Inilah
perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr
Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni
ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh
hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth
thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah
milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu
warahmatullahi wabarakaatuh”.
Mendengar
percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat.
Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai
bagian dari bacaan shalat.
Selain
itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad
Kekasih Allah’ (1993)
mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj
mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat islam
sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman.
Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan
Rasulullah SAW ini.
Pertama,
adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam.
Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj
dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan
kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah
terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang
yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan
kembali kepada-Nya.”
Mengacu
pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat
menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa
Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat mi’rajnya beberapa Nabi yang lain
serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan
juga mengenai kisah Mikrajnya Abu Yazid al-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan
ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju
Allah.
Ia
menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat
menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari segala
sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan
hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada
yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj
menjadi “puncak” perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani.
Dewasa ini, telah terjadi banyak kesalahpahaman diantara umat muslim
tentang masjid Al-Aqsa yang sebenarnya. Banyak umat muslim maupun non-muslim
yang mempublikasikan foto Masjid Al-Aqsa yang salah, tapi yang mengkuatirkan
saat ini, kebanyakan umat muslim memajang foto Qubbatus Shakrah (Kubah Batu/
Dome of The Rock) dirumah maupun dikantor mereka dengan sebutan Masjid Al-Aqsa.
Ini telah menjadi kesalahan umum di dunia muslim.
Namun tragedi sesungguhnya adalah bahwa kebanyakan generasi muda/ anak-anak
muslim (sebagaimana juga muslim dewasa) diseluruh dunia, tidak dapat membedakan
antara Masjid Al Aqsa dengan Qubbatus Shakrah (Kubah Batu).
inilah gambar Masjid Al-Aqsa dan dome of the rock
masjid Al-Aqsa |
dome of the rock |
0 komentar:
Post a Comment